April 2011

Belut-belut itu sengaja dibesarkan di media tidak lazim: hanya air, bukan campuran lumpur, jerami, dan kompos.Sang peneliti, Ir Ign Hardaningsih MSi, ingin meneliti pertumbuhan belut yang dipelihara di media air. Ia menebar 30 [I]Monopterus albus[/I] di akuarium. Air berasal dari sumur ber pH netral, 7. Agar tidak stres saat dipindah ke media air, belut diadaptasikan terlebih dulu. Caranya, Hardaningsih memuasakan belut-belut itu selama 2 pekan. “Setelah dipuasakan, baru diberi pakan berupa burayak ikan dan ikan kecil lain,” ujarnya. Cacing tanah sebetulnya bisa diberikan, tapi harganya relatif mahal. Lumbricus itu mencapai Rp25.000/kg.

Selain pakan, ketua Laboratorium Pembenihan dan Pemuliaan Ikan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada itu mengganti air sebulan sekali. Suhu ruangan laboratorium diatur pada kisaran 26—28oC. “Suhu agak hangat karena belut biasa hidup di sawah yang penuh bahan organik terdekomposisi,” katanya. Dekomposisi itu membuat suhu media meningkat. Nah, setelah 4 bulan dipelihara di akuarium, belut-belut itu tumbuh hingga seukuran jempol orang dewasa dan tidak ada satu pun yang mati.

Menurut Ade Sunarma MSi, periset di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT), Sukabumi, Jawa Barat,belut berpotensi dikembangkan di media air. “Dengan media air, tingkat kematian dan pertumbuhan belut gampang dicek,” ujar Ade. Dalam budidaya konvensional, peternak mesti membongkar media untuk mengecek. Media air itu juga mengurangi dampak negatif teritorialisme. “Pada media lumpur belut menerapkan teritorialisme —penguasaan wilayah” kata Hardaningsih. Jika ada belut lain yang masuk teritori, pemilik teritori tak segan-segan membunuh penyusup yang mendatangi lubangnya.
Suhu rendah dan kelembapan tinggi dataran tinggi dituding menurunkan rendemen nilam [I]Pogostemon cablin[/I]. Apalagi penyakit layu bakteri dan nematoda acap kali menggagalkan panen. Tingkat kerugian akibat serangan organisme pengganggu itu mencapai 60—95%. Tingkat serangan layu bakteri pun lebih tinggi di dataran tinggi.

Nilam Sidikalang, rendemen tinggi

Agus Yana, pekebun nilam di Gekbrong, Cianjur, Jabar, memilih nilam varietas sidikalang yang tinggi rendemen dan toleran serangan layu bakteri serta nematoda. Ia membudidayakan secara intensif dengan lahan terbuka dan tak ternaungi sehingga tanaman menerima sinar matahari secara penuh. Kelembapan di tempat Agus sekitar 70%. Setelah penyiapan bibit, Agus membersihkan kebun dari gulma dan mencangkul lahan sedalam 30 cm. Selanjutnya ia membuat bedengan: lebar 1,2 m, panjang 20 m, tinggi 0,4 m, dan jarak antarbedengan 80 cm. Setelah itu ia membuat lubang tanam sedalam 30 cm berjarak 100 cm x 80 cm dan dalam lubang 30 cm. Jarak terlalu rapat dihindari karena menghambat proses fotosintesis. Di setiap lubang tanam, Agus menaburkan 1,3 kg pupuk kandang kering dan membiarkan selama 2 pekan. Sehari sebelum tanam, Agus menaburkan 1 g insektisida sekaligus nematisida berbahan aktif karbofuran untuk mencegah serangan hama.

Sebulan pascatanam, Agus menyiangi tanaman sembari memberi 5 g Urea per tanaman. Urea dibenamkan 5 cm di bawah permukaan tanah, 5—10 cm dari tanaman. Pemupukan berikutnya ketika tanaman berumur 3 bulan. Ia memberikan campuran masing-masing 5 gram Urea, KCl, dan TSP di setiap tanaman. Perawatan lain berupa pemberian pupuk organik dari kotoran kambing, daun-daun kering, dan mikroorganisme. Proses pembuatannya, untuk kapasitas tangki 200 liter, kotoran kambing mengisi setengahnya. Fermentasi dengan bakteri itu berlangsung selama 10 hari. Sebelum penggunaan, hasil fermentasi itu ia saring. Agus mencampurkan 1 liter larutan fermentasi dan 10 liter air. Campuran itu ia siramkan ke sekujur nilam. Frekuensi penyemprotan sekali sepekan. Pada umur 6 bulan, tanaman anggota famili Labiatae itu siap panen. Agus memetik nilam pada pukul 06.00—08.00 ketika laju fotosintesis masih rendah. Agus menyisakan 20 cm batang bawah agar nilam dapat kembali berproduksi. Usai panen, Agus memberikan 1,3 kg pupuk kandang per rumpun nilam. Empat bulan berselang nilam siap panen kembali
Bila disimpan di dalam rumah, letakkan tillandsia di dekat jendela agar mendapat cahaya optimal. Letakkan 1m dari jendela jika matahari bersinar terik. Jika tak ada cahaya masuk ke dalam ruangan, gunakan pencahayaan buatan dari lampu UV yang diletakkan 15-100 cm dari tanaman. Di International Tillandsia, sebagian besar tillandsia digantung tanpa media tanah. Harap mafhum, tillandsia termasuk tanaman epifit. Di alam ia menempel di pohon lain, tapi tidak mengambil makanan dari inang. Tillandsia menyerap air dan nutrisi terutama lewat daun, bukan akar. Kalaupun ditanam dengan media, pilih yang porous.

Perawatan tepat penampilan cantik

Sebanyak 2-3 kali seminggu tillandsia disiram hingga permukaan daunnya basah. Jika cuaca panas, bisa lebih sering. Perlakuan sebaliknya pada cuaca sangat dingin. Di dalam ruangan, penyiraman cukup sekali seminggu. Namun, jika kondisi ruangan lebih kering, bisa lebih sering. Berikan pupuk khusus bromeliad dengan perbandingan N, P, K sebesar 17:8:22 diaplikasikan dua kali sebulan. Pemupukan penting untuk perbanyakan dan pembungaan. Jika tidak ada pupuk khusus bromeliad, pupuk daun 1/4 dosis bisa jadi alternatif.

Bila tillandsia sudah tumbuh sehat dan prima, tinggal mempercantik. Supaya tampil elok, tempelkan di atas potongan kayu, kulit kayu, pakis, kerang, atau keranjang. Tekstur kulit pinus yang kasar membuat akar mudah mencengkeram. Lagipula kulit kayu pinus tahan lama sehingga tak perlu sering ganti sehingga pot kulit pinus cocok digunakan. Wadah lain yang juga nyaman untuk tillandsia ialah batu, kerang, atau pot. Itu biasanya untuk mewadahi tanaman udara berdaun panjang dan melengkung. Di nurseri dr Purbo Djojokusumo di Bogor ada T. cyanea sedang berbunga dalam pot berendeng dengan T. ionantha di pot gantung. Dengan perawatan prima tanaman udara siap memanjakan mata
http://www.trubus-online.co.id

Pasokan pepaya dari Bogor ke Jakarta terhenti lantaran banyak kebun hancur teserang cendawan. Tatang Halim, pemilik toko buah Golden Agro di Jakarta Utara, berulangkali berteriak kepada 5 pemasok pepaya dari Bogor untuk kembali memasok [I]Carica papaya[/I] itu. Maklum, selama 2 tahun Tatang merasakan manisnya berniaga pepaya.

Menghilang karena serangan cendawan

Toh, di tengah gempuran hama dan penyakit itu muncul kabar baik. Sebanyak 700 kg pepaya red lady diangkut dari Dramaga menuju ke Kota Bogor, Serpong (Tangerang), Kebonjeruk, dan Kelapagading (Jakarta). Menurut Wu Chiung Feng, ahli pemasaran dari Misi Teknik Taiwan, pepaya itu berasal dari 2.000 tanaman berumur 4-9 bulan. Sudah 3 bulan mereka rutin memanen dan memasarkan ke Bogor. Awal Februari itu mereka mulai mengirim ke Ranch Market.

Tangkal Cendawan dan Bakteri ala Taiwan:

Semprotkan campuran fungisida sistemik Manzate 82 WP dan Curzate 8/6 WP dengan dosis masing-masing 2 g per liter saat buah masih pentil.

Ulangi penyemprotan 10 hari kemudian dengan mengganti Curzate 8/6 WP dengan bakterisida Kocide 3000. Artinya, campuran menjadi Manzate 82 WP dan Kocide 3000 dengan dosis serupa. Berikutnya lakukan penyemprotan 2 campuran itu bergantian setiap 10 hari sekali atau bila terjadi serangan.

Hentikan penyemprotan 2 resep itu 2 minggu sebelum pepaya dipanen. Ganti ramuan itu dengan bubur burdo. Yaitu fungisida kontak yang juga bersifat bakterisida dan gampang dibuat. Caranya 5 g CaO dan 5 g CuSO4 dicampur pada seliter air dan semprotkan pada semua bagian tanaman 
Wildan Mustofa, pekebun kentang di Pangalengan, Bandung, menuai panen kentang 28 ton dari biasanya hanya 25 ton. Anehnya, itu terjadi bukan lantaran penambahan pupuk, malah penyubur itu dikurangi 30%. Selama penanaman, Wildan hanya memberikan 800 kg campuran Urea, SP36, KCl, dan ZA senilai Rp2-juta. Biasanya ia menghabiskan 1.500 kg campuran pupuk tersebut senilai Rp3,75-juta. Pengurangan pupuk kimia itu diimbangi dengan pemanfaatan 200 kg pupuk organik. Harga beli pupuk organik Rp5.500 per kg. Berarti Wildan menghemat Rp650.000. Hasil itu stabil meski ia mengulanginya hingga 6 kali berturut-turut. Wildan memperoleh tambahan pendapatan Rp13,5-juta hasil penjualan 3 ton kentang. Setelah itu, Wildan memperluas penggunaan pupuk organik di lahan 15 ha. Produksi rata-rata juga 28 ton/ha.

Kultur bakteri Aspergilus

Pupuk hayati terdiri atas inokulum mikroba yang mampu meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk kimia konvensional oleh tanaman. Mikroba yang digunakan mampu hidup bersimbiosis dengan tanaman inang. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara, sedangkan mikroba mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikroba itu antara lain [I]Azospirillum lipoverum[/I] bakteri penambat nitrogen bebas. Ia bekerja meningkatkan jumlah serabut akar dengan cara menginduksi konsentrasi fitohormon asam indol asetat (AIA) dan asam indol butirat (AIB) bebas di daerah perakaran. Azotobacter beijerinckii bakteri pemantap struktur tanah dan penambat nitrogen bebas.

Bakteri lain, Aeromonas punctata memantapkan struktur tanah dan melarutkan fosfat. Bakteri itu menghasilkan enzim fosfatase, asam-asam organik, dan polisakarida. Senyawa-senyawa itu membebaskan unsur fosfor dari pengikatnya sehingga jumlah yang diserap tanaman meningkat. Kelarutan kalium juga meningkat sehingga produktivitas kentang meningkat. Fosfat unsur hara makro penting bagi pertumbuhan akar halus dan rambut akar, memperkuat akar agar tanaman tidak mudah rebah, memperbaiki kualitas tanaman, pembentukan bunga, buah, dan biji, serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Sayang, “Tanaman hanya memanfaatkan fosfat sebesar 10—30% dari pupuk yang diberikan. Itu artinya 70—90% pupuk tetap berada di dalam tanah. Namun, dengan pupuk hayati yang kaya dengan pelarut fosfat, gejala itu bisa diatasi. Pemupukan pun bisa lebih efisien dan tidak merusak stuktur tanah. Justru hasil panen meningkat. 
Pemupukan tepat tingkatkan kemanisan
Sebanyak 2.000 tiang buah naga di lahan 2,5 ha milik Joko Suseno di Bangka Belitung, hanya menghasilkan buah berbobot maksimal 200 g. Rasanya pun agak hambar, tidak semanis di Thailand. Jenderal Soeyono di Yogyakarta pun mengalami hal itu. Sebanyak 240 pot beton berisi masing-masing 3 batang polyrhizus yang ditanam di tepi jalan penghubung Yogyakarta—Solo hingga sekarang hanya berbunga tapi tak menjadi buah.

Menurut Vincent Edi Yasin, pekebun buah naga di Jombang, Jawa Timur, jangan buru-buru menebang dan mengganti buah naga H. polyrhizus dengan superred H. costaricensis. Itu karena tak semua orang gagal mengebunkan polyrhizus. Vincent sudah 8 tahun memanen 21—23 ton polyrhizus/musim dari 9.000 tanaman dan memasarkannya ke pasar swalayan. Berdasarkan pengalaman Daniel Kristanto—pengelola kebun Vincent—bunga banyak rontok dan tak menjadi buah karena sulur terlalu banyak memunculkan bunga. "Bila 1 sulur ada 12 kuntum, maka energi dari sulur tidak cukup," katanya. Daniel mengatasinya dengan menyeleksi bunga. Ia hanya menyisakan 1—3 bunga pada setiap sulur. Bunga hanya disisakan 1 kuntum bila ingin memanen buah di atas 600 g. Bila ingin menghasilkan buah isi 2—3 buah/kg, sisakan 3 kuntum. Jarak antarkuntum minimal 20 cm. Tak perlu khawatir bunga rontok, karena bila rontok segera muncul bunga baru. Panjang sulur juga dipertahankan sepanjang 80—100 cm.

Untuk memperbaiki rasa yang kurang manis, Daniel melakukan pemupukan tepat. Pada peralihan fase vegetatif ke generatif-ditandai munculnya bakal bunga-berikan pupuk akar berkadar fosfor (P) dan kalium (K) tinggi. Daniel memberikan Urea, SP36, dan KCl dengan perbandingan 1:4:3 berdosis 16 g per tanaman. Pupuk itu diberikan 2 bulan sekali. Cara lain, pada saat bunga muncul, Daniel memberikan mono kalium fosfat (MKP) berdosis 40 g yang dilarutkan dalam 15 liter air. Larutan itu disemprotkan pada cabang produktif dan buah. Senyawa itu juga merupakan sumber P dan K dengan kadar masing-masing 22,8% dan 28,7%. MKP jauh lebih mudah diserap tanaman ketimbang KCl dan SP36. Pada saat pentil—setelah bunga layu—semprot dengan larutan giberelin 50 ppm pada pentil buah. Caranya dengan melarutkan giberelin serbuk 10% sebanyak 1 g dalam 2 liter air. Tambahkan pula boron dengan konsentrasi 3 g/15 liter air. Boron yang digunakan berasal dari diboron trioksida (B2O3) berkadar 48%. Perlakuan sama juga diberikan saat buah seukuran telur. Pengalaman Daniel, teknik itu mendongkrak tingkat kemanisan buah naga yang semula hanya 13—14o briks menjadi 16o briks.
sumber

Golongan Hibrida
kopi-arabika.jpg
Kopi hibrida merupakan keturunan pertama hasil perkawinan antara 2 spesial atau varietas kopi, sehingga mewarisi sifat-sifat unggul kedua induknya. Namun demikian keturunan dari golongan hibrida tersebut sudah tidak mempunyai sifat yang sama dengan induk hibridanya. Oleh karena itu pembiakannya hanya dengan cara vegetatif (stek, sambungan, dan lain-lain. Beberapa sifat kopi hibrida yang sering ditanam bisa dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Beberapa Sifat Kopi Hibrida
Jenis Hibrida
Sifat
Arabika x Liberika
Arabika x Robusta
  • Produksi tinggi, tetapi rendemen rendah
  • Bersifat self fertil (menyerbuk sendiri)
  • Sebagai batang bawah dapat menggunakan excelsa atau robusta
  • Misal : Kawisari B, Kawisari D.
  • Cabang primer dapat bertahan cukup lama
  • Peka terhadap serangan HV dan bubuk buah
  • Dapat berbuah sepanjang tahun
  • Bersifat self fertil
  • Di dataran tinggi yang lembap bisa berproduksi tinggi, tetapi mudah terserang jamur upas
  • Biji berbetuk gepeng dan agak lonjong
  • Sebagai batang bawah dapat menggunakan exelca
  • Misal : conuga
no image

Kopi Liberika

Kopi Liberika adalah jenis kopi yang berasal dari Liberia, Afrika Barat. Kopi ini dapat tumbuh setinggi 9 meter dari tanah. Di abad-19, jenis kopi ini didatangkan ke Indonesia untuk menggantikan kopi Arabika yang terserang oleh hama penyakit.

Karakteristik

Kopi ini memiliki beberapa karakteristik:
  1. Ukuran daun, cabang, bunga, buah dan pohon lebih besar dibandingkan kopi Arabika dan Robusta.
  2. Cabang primer dapat bertahan lebih lama dan dalam satu buku dapat keluar bunga atau buah lebih dari satu kali.
  3. Agak peka terhadap penyakit HV.
  4. Kualitas buah relatif rendah.
  5. Produksi sedang, (4,-5 ku/ha/th) dengan rendemen ± 12%
  6. Berbuah sepanjang tahun.
  7. Ukuran buah tidak merata/tidak seragam
  8. Tumbuh baik di dataran rendah.
Beberpa varietas kopi Liberika yang pernah didatangkan ke Indonesia antara lain adalahArdoniana dan Durvei

Kopi Arabika (Coffea arabica)
gambar-kopi-arabika.jpg
Beberapa sifat penting Kopi Arabika :
  • Daerah yang ketinggiannya antara 700-1700 m dpl dan suhu 16-20� C.
  • Daerah yang iklimnya kering atau bulan kering 3 bulan/tahun secara berturut-turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman.
  • Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di dataran rendah atau kurang dari 500 m dpl.
  • Rata-rata produksi sedang(4,5-5ku kopi beras/ha/th), tetapi mempunyai harga dan kualitas yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya. Bila dikelola secara intensif produksinya bisa mencapai 15-20 ku/ha/th. Rendemen � 18%.
  • Umumnya berbuah sekali dalam setahun.
Beberapa varietas kopi yang termasuk kopi arabika dan banyak diusahakan di Indonesia antara lain; Abesinia, Pasumah, Marago Type dan Congensis. Masing-masing varietas tersebut mempunyai sifat agak berbeda dengan yang lainnya.
Tabel I. Jenis-Jenis Kopi yang termasuk Golongan Arabika :
Jenis
Keterangan
Abesinia
Bentuk pohon lebih kekar, bisa ditanam di dataran yang lebih rendah, lebih resisten terhadap penyakit HV.
PasumahBentuk pohon lebih kekar, agak resisten terhadap penyakit HV.
Margo TypeUkuran buah lebih besar dan kualitas lebih baik.
CongensisBiji berukuran sangat kecil, kurang produktif tetapi resisten terhadap penyakit HV.

gambar-kopi-robusta.jpg
Beberapa sifat penting kopi robusta :
  • Resisten terhadap penyakit HV
  • Tumbuh pada ketinggian 400-700 m dpl, tetapi masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl, dengan temperatur 21-24� C
  • Daerah yang bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut, dengan 3-4 kali hujan kiriman
  • Produksi lebih tinggi daripada kopi arabika dan liberika (rata-rata � 9 – 13 ku kopi beras/ha/th). Dan bila dikelola secara intensif bisa berproduksi 20 ku/ha/th.
  • Kualitas buah lebih rendah daripada kopi arabika, tetapi lebih tinggi daripada kopi liberica.
  • Rendemen � 22 %
Beberapa varietas yang termasuk kopi robusta antara lain Quillou, Uganda, dan Chanephora dengan sifat-sifat seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Beberapa Jenis Kopi Robusta dan Sifat-sifatnya
Varietas
Sifat
Quillou
Uganda
Canephora
  • Pohon tegap, cabang primer panjang dengan arah pertumbuhan mendatar dan ujung agak melengkung ke bawah
  • Daun agak sempit dan panjang dengan permukaan berombak
  • Buah matang berwarna merah jernih dan bergaris
  • Produksi tinggi pada tahun-tahun pertama, tetapi setelah itu menurun cepat
  • Contoh klon yang baik : Quill 121
  • Cabang primer lemah, dengan bagian ujung agak melengkung ke atas seperti membentuk huruf S, bisa tahan lama
  • Daun kecil an sempit, helaiannya agak menutup, permukaan berombak
  • Buah mudah rontok dan mudah terserang hama bubuk
  • Sesuai untuk dataran tinggi (> 500 m dpl)
  • Contoh klon yang baik : Ugn 1, Ugn 2, Ugn 3-02, Ugn 2-08
  • Pohon banyak mengeluarkan cabang reproduksi
  • Daun sempit dengan permukaan berombak. Daun muda berwarna coklat-kemerahan
  • Buah muda berwarna coklat-kemerahan
  • Mudah terserang HV
  • Bersifat self steril, sehingga harus dicampur dengan klon lain
  • Contoh klon yang baik : BP 39, BP 42, SA 13, SA 34, SA 56, BGN 30


PENGOLAHAN KOPI
Biji kopi yang sudah siap diperdagangkan adalah berupa biji kopi kering yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit arinya, butiran biji kopi yang emikian ini disebut kopi beras (coffca beans) atau market koffie. Kopi beras berasal dari buah kopi basah yang telah mengalami beberapa tingkat proses pengolahan. Secara garis besar dan berdasarkan cara kerjanya, maka terdapat dua cara pengolahan buah kopi basah men.iadi kopi beras, yaitu yang disebut pengolahan buah kopi cara basah dan cara kering. Pengolahan buah kopi sccara basah biasa disebut W.I..B. (West lndische Bereiding), sedangkan pengolahan cara kering biasa disebut O.I.B (Ost Indische Bereiding). Perbedaan pokok dari kedua cara tersebut diatas adalah pada cara kering pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah kering (kopi gelondong), sedangkan cara basah pengupasan daging buah dilakukan sewaktu masih basah.
Metode Pengolahan Kering
Metode ini sangat sederhana dan sering digunakan untuk kopi robusta dan juga 90 % kopi arabika di Brazil, buah kopi yang telah dipanen segera dikeringkan terutama buah yang telah matang. Pegeringan buah kopi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :
a. Pengeringan Alami
Pengeringan alami yaitu pengeringan dengan menggunakan sinar matahari, caranya sangat sederhana tidak memerlukan peralatan dan biaya yang besar tetapi memerlukan tempat pengeringan yang luas dan waktu pengeringan yang lama karena buah kopi mengandung gula dan pektin. Pengeringan biasanya dilakukan di daerah yang bersih, kering dan permukaan lantai yang rata, dapat berupa lantai plester semen atau tanah telanjang yang telah diratakan dan dibersihkan. Ketebalan pengeringan 30-40 mm, terutama pada awal kegiatan pengeringan untuk menghindari terjadinya proses fermentasi, Panas yang timbul pada proses ini akan mengakibatkan perubahan warna dan buah menjadi masak.
Pada awal pengeringan buah kopi yang masih basah harus sering dibalik dengan Blat penggaruk. Jenis mikroorganisme yang dapat berkembang biak pada kulit buah (exocarp) terutama jamur (fusarium sp, colletotrichum coffeanum) pada permukaan buah kopi yang terlalu kering (Aspergilus niger, penicillium sp, Rhizopus, sp) beberapa jenis ragi dan bakteri juga dapat berkembang. Lamanya proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar air dala,m buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar 3 sampai 4 minggu. Setelah proses pengeringan Kadar air akan menjadi sekitar 12 %.
b. Pengeringan Buatan (Artificial Drying)
Keuntungan pengeringan buatan,dapat menghemat biaya dan juga tenaga kerja hal yang perlu diperhatikanadalah pengaturan suhunya. Menurut Roelofsen, pengeringan sebaiknya padasuhu rendah yaitu 55°C akan menghasilkan buah kopi yang bewarna merah dantidak terlalu keras. Untuk buah kopi kering dengan KA rendah dikeringkan dengansuhu tidak terlalu tinggi sehingga tidak akan terjadi perubahan rasa. Peralatan pengeringan yang biasa digunakan : mesin pengering statik dengan alat penggaruk mekanik, mesin pengering dari drum yang berputar, mesin pengering vertikal.
Metode Pengolahan Basah
Proses Metode Pengolahan basah meliputi ; penerimaan, pulping, Klasifikasi,
fermentasi, pencucian, pengeringan, Pengawetan dan penyimpanan
a. Penerimaan
Hasil panen harus secepat mungkin dipindahkan ke tempat pemerosesan untuk menghindari pemanasan langsung yang dapat menyebabkan kerusakan (seperti : perubahan warna buah, buah kopi menjadi busuk).
Hasil panen dimasukkan kedalam tangki penerima yang dilengkapi dengan air untuk memindahkan buah kopi yang mengambang (buah kopi kering di pohon dan terkena penyakit (Antestatia, stephanoderes) dan biasanya diproses dengan pengolahan kering. Sedangkan buah kopi yang tidak mengambang (non floating) dipindahkan menuju bagian peniecah (pulper).
b. Pulping
Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp (bagian daging), hasilnya pulp. Prinsip kerjanya adalah melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi dimana prosesnya dilakukan dilakukan didalam air mengalir. Proses ini menghasilkan kopi hijau kering dengan jenis yang berbeda-beda. Macammacam alat pulper yang sering digunakan : Disc Pulper (cakram pemecah), Drum pulper, Raung Pulper, Roller pulper dan Vis pulper. Untuk di Indonesia yang sering digunakan adalah Vis Pulper dan Raung Pulper. Perbedaan pokok kedua alat ini adalah kalai Vis pulper hanya berfungsi sebagai pengupas kulit saja, sehingga hasilnya harus difermentasi dan dicuci lagi. Sedangkan raung pulper berfungsi sebagai pencuci sehingga kopi yang keluar dari mesin ini tidak perlu difermentasi dan dicuci lagi tetapi masuk ke tahap pengeringan.
c. Fermentasi
Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan. Hidrolisis pektin disebabkan, oleh pektihase yang terdapat didalam buah atau reaksinya bias dipercepat dengan bantuan jasad renik. Proses fermentasi ini dapat terjadi, dengan bantuan jasad renik (Saccharomyces) yang disebut dengan proses peragian dan pemeraman. Biji kopi yang keluar dari mesin pulper dialirkan lewat saluran sebelum masuk bak fementasi.
Selama dalam pengaliran lewat saluran ini dapat dinamakan proses pencucian pendahuluan. Di dalam pencucian pendahuluan ini biji kopi yang berat (bernas) dapat dipisahkan dari sisa-sisa daging buah yang terbawa, lapisan lendir, biji-biji yang hampa karena bagian ini terapung di atas aliran air sehingga mudah dipisahkan.
Pengolahan kopi secara basah ini terbagi 3 cara proses fermentasinya :
1.Pengolahan cara basah tanpa fermentasi Biji kopi yang setelah melalui pencucian pendahuluan dapat langsung dikeringkan.
2.Pengolahan cara basah dengan fermentasi kering Biji kopi setelah pencucian pendahuluan lalu digundukan dalam bentuk gunungan kecil (kerucut) yang ditutup karung goni. Didalam gundukan itu segera terjadi proses fermentasi alami. Agar supaya proses fermentasi berlangsung secara merata, maka perlu dilakukan pengadukan dan pengundukan kembali sampai proses fermentasi dianggap selesai yaitu bila lapisan lendir mudah terlepas.
3.Pengolahan cara basah dengan fermentasi basah Setelah biji tersebut melewati proses pencucian pendahuluan segera ditimbun dan direndam dalam bak fermentasi. Bak fermentasi ini terbuat dari bak plester semen dengan alas miring. Ditengah-tengah dasar dibuat saluran dan ditutup dengan plat yang beriubang-lubang. Proses fermentasi di dalam bak-bak fermentasi terrsebut dilakukan bertingkat tingkat serta diselingi oleh pergantian air rendaman. Pada tingkat petama perendaman dilakukan selama 10 jam, Selama proses fermentasi ini dengan bantuan kegiatan jasad renik, terjadi pemecahan komponen lapisan lendir tersebut, maka akan terlepas dari permukaan kulit tanduk biji kopi.
Proses fermentasi akan berlangsung selama lebih kurang dari 1,5 sampai 4,5 hari tergantung pada keadaan iklim dan daerahnya. Proses fermentasi yang terlalu lama akan menghasilkan kopi beras yang berbau apek disebabkan oleh terjadinya pemecahan komponen isi putih lembaga.
Perubahan yang Terjadi selama Proses Fermentasi
1. Pemecahan Komponen mucilage
Bagian yang tepenting dari lapisan berlendir (getah) ini adalah komponen protopektin yaitu suatu “insoluble complex” tempat terjadinya meta cellular lactice dari daging buah. Material inilah yang terpecah dalam proses fementasi. Ada yang berpendapat bahwa tejadinya pemecahan getah itu adalah sebagai akibat bekerjanya suatu enzim yang terdapat dalam buah kopi. Enzim ini termasuk sejenis katalase yang akan memecah protopektin didalam buah kopi.
Kondisi fermentasi dengan pH 5.5-6.0, pemecahan getah akan berjalan cukup cepat. Apabila pH diturunkan menjadi ,4.0 maka kecepatan pemecahan akan menjadi 3 kali lebih cepat dan apabila pH 3.65 pemecahan akan menjadi dua kali lebih cepat. Dengan penambahan larutan penyangga fosfat sitrat maka kondisi pH akan dapat stabilbagi aktivitas protopektinase.
Dalam proses ferrmentasi dapat ditambahkan 0.025 persen enzim pektinase yang dihasilkan dari isolasi sejenis kacang. Dengan penambahan 0..025 persen enzim pektinase maka fementasi dapat berlangsung selama 5 sampai 10 jam dengan menaikkan suhu sedikit. Sedangkan bagi proses fermentasi yang alami diperlukanwaktu sekitar 36 jam. Pada waktu buah kopi tersebut mengalami pulping sebagian besar enzym tersebut terpisahkan dari kulit dan daging buah, akan tetapi sebagian kecil masih tertinggal dalam .bagian sari buah kopi.
2. Pemecahan Gula
Sukrosa merupakan komponen penting dalam daging buah kopi. Kadar gula akan meningkat dengan cepat selama proses pematangan buah yang dapat dikenal dengan adanya rasa manis.
Gula adalah senyawaan yang larut dalam air, oleh karena itu dengan adanya
proses pencucian lebih dari 15 menit akan banyak menyebabkan terjadinya
banyak kehilangan konsentrasinya. Proses difusi gula dari biji melalui parchment ke daging buah yang berjalan sangat lambat. Proses ini terjadi sewaktu perendaman dalam bak pengumpul dan pemisahan buah. Oleh karena itu kadar gula dalam daging biji akan mempengaruhi konsentrasi gula di dalam getah beberapa jam setelah fermentasi.
Sebagai hasil proses pemecahan gula adalah asam laktat dan asam asetatn dengan kadar asam laktat yang lebih besar. Asam-asam lain yang dihasilkan dari proses fert)entasi ini adalah etanol, asam butirat dan propionat. Asam lain akan memberikan onion flavor.
3. Perubahan Warna Kulit
Biji kopi yang telah terpisahkan dari pulp dan parchment maka kulit ari akan bewarna coklat. Juga jaringan daging biji akan bewarna sedikit kecoklatan yang tadinya bewarna abu-abu ata.u abu-abu kebiruan. Proses “browning” ini terjadi akibat oksidasi polifenol. Terjadinya warna kecoklatan yang kurang menarik ini dapat dicegah dalam proses fermentasi melalui pemakaian air pencucian yang bersifat alkalis.
d. Pencucian
Pencucian secara manual dilakukan pada biji kopi dari bak fementasi dialirkan dengan air melalui saluran dalam bak pencucian yang segera diaduk dengan tangan atau di injak-injak dengan kaki. Selama proses ini, air di dalam bak dibiarkan terus mengalir keluar dengan membawa bagian-bagian yang terapung beupa sisa-sisa lapisan lendir yang terlepas.
Pencucian biji dengan mesin pencucidilakukan dengan memasukkan biji kopi
tersebut kedalam suatu mesin pengaduk yang berputar pada sumbu horizontal dan mendorong biji kopi dengan air mengalir. Pengaduk mekanik ini akan memisahkan lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang telah terpisah ini akan terbuang lewat aliran air yang seterusnya dibuang.
e. Pengeringan
Pengeringan pendahuluan kopi parchment basah, kadar air berkurang dari 60 menjadi 53%. Sebagai alternatif kopi dapat dikeringkan dengan sinar matahari 2 atau 3 hari dan sering diaduk, Kadar air dapat mencapai 45 %. Pengeringan kopi Parchment dilanjutkan, dilakukan pada sinar matahari hingga kadar air mencapai 11 % yang pada akhirnya dapat menjaga stabilitas penyimpanan. Pengeringan biasanya dilakukan dengan menggunakan baki dengan penutupnya yang dapat digunakan sepanjang hari. Rata-rata pengeringan antara 10-15 hari. Pengeringan buatan (suhu tidak lebih dari 55°C) juga banyak digunakansejak pengeringan kopi alami menjadi lebih sulit dilakukan pada perkebunan yang lebih luas.
f. Curing
Proses selanjutnya baik kopi yang diproses secara kering maupun basah ialah curing yang bertujuan untuk menjaga penampilan sehingga baik untuk diekspor maupun diolah kembali. Tahapan proses curing ini meliputi :
- Pengeringan ulang
Kopi dari hasil pengolahan basah maupun kering harus dipastikan Kadar Airnya 11 %. Apabila tidak tercapai harus segera dilakukan pengeringan ulang, hal ini sangat penting dalam proses penyimpanan.
- Pembersihan (cleaning)
Buah kopi parchment kering yang dikeringkan secara alami banyak mengandung kotoran seperti kerikil, potongan besi, dan benda asing lainnya. Kotoran tersebut harus dihilangkan. Pembersihan dapat dilakukan dengan mengeluarkan kotoran dengan saringan untuk memindahkan kotoran yang berukuran besar, pemisah magnetik untuk memindahkan potongan baja, pemindahan debu dengan bantuanhembusan angin.
- Hulling.
Didalam mesin huller, maka biji kopi itu dihimpit dan diremas, dengan demikian kulit tanduk dan kulit arinya akan terlepas. Pecahan kulit tanduk dan kulit ari setelah keluar dari mesin huller tertiup dan terpisah dari biji kopi beras yang akan berjatuhan kebawah dan masuk ke dalam wadah.
g. Penyimpanan
Buah kopi dapat disimpan dalam bentuk buah kopi kering atau buah kopi parchment kering yang membutuhkan kondisi penyimpanan yang sama. Biji kopi KA air 11 % dan RH udara tidak lebih dari 74 %. Pada kondisi tersebut pertumbuhan jamur (Aspergilus niger, A. oucharaceous dan Rhizopus sp) akan minimal. Di Indonesia kopi yang sudah di klasifikasi mutunya disimpan didalam karung goni dan dijahit zigzag mulutnya dengan tali goni selanjutnya disimpan didalam gudang penyimpanan.
Syarat gudang penyimpanan kopi :
1. gudang mempunyai ventilasi yang cukup.
2. Suhu gudang optimum 20°C-25°C.
3. Gudang harus bersih, bebas dari hama penyakit serta bau asing.
4. Karung ditumpuk di lantai yang diben alas kayu setinggi 10 cm.
h. Standar Mutu Kopi
1. Pegolahan kering
- Kadar Air maksimum 13 % (bobot/bobot)
- Kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah dan benda-benda asing lainnya maksimum 0-5 % (bobot/bobot).
- Bebas dari serangga hidup.
- Bebas dari biji yang berrbau busuk, berbau kapang dan bulukan.
- Biji tidak lolos ayakan ukuran 3 mm x 3mm (8 mesh) dengan maksimum lolos 1 % (bobot/bobot).
- Untuk bisa disebut biji ukuran beger, harus memenuhi persyaratan tidak lolos ukuran (3,6 mesh) dengan maksimum lolos 1 % (bobot/bobot).
2. Pengolahan Basah
- Kadar air maksimum 12% (bobot/bobot)
- Kadar kotoran berupa ranting, batu, gumpalan tanah, dan berupa kotoran lainnya frlaksimum 0.5 % (bobot/bobot).
- Bebas dari serangga hidup
- Bebas dari biji yang berbau busuk, berbau kapang dan bulukan.
- Untuk robusta, dibedakan ukuran besar (L), sedang (M) dan kecil (S).
- Untuk jenis bukan robusta ukuran biji tidak dipersyaratkan.
(Ridwansyah/THP FP USU) 
Dalam memilih penanaman bibit kopi ada tiga kriteria yang perlu diperhatikan antara lain;
Produktivitas
Kualitas (aroma dan rasa amat berpengaruh terutama pada jenis Arabika)
Ketahanan terhadap gangguan hama/penyakit

Mengenai budidaya kopi Arabika dan Robusta dapat dijelaskan secara ringkas sebagai berikut:
*Kopi Arabika
Untuk keperluan budidaya kopi Arabika biasanya dilakukan dengan cara membuat bibit generatif (bibit semai), dan kopi Arabika tidak memerlukan cara vegetatif, kecuali untuk kebutuhan penelitian.
*Kopi Robusta
Sedangkan kopi robusta budidayanya biasa dilakukan secara dengan cara mengembangkan bibit vegetatif yaitu bibit cangkokan, sambungan, okulasi dan stek. Bibit yang diperoleh dari pihak lain, sebaiknya tidak langsung ditanam agar bibit tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
*Kopi Luwak
nyari luwak nya dulu

-Pemupukan
Pupuk yang digunakan pada umumnya harus mengandung unsur-unsur Nitrogen, Phospat dan Kalium dalam jumlah yang cukup banyak dan unsur-unsur mikro lainnya yang diberikan dalam jumlah kecil. Ketiga jenis tersebut di pasaran dijual sebagai pupuk Urea atau Za (Sumber N), Triple Super Phospat (TSP) dan KCl. Selain penggunaan pupuk tunggal, di pasaran juga tersedia penggunaan pupuk majemuk. Pupuk tersebut berbentuk tablet atau briket di dalamnya, selain mengandung unsur NPK, juga unsur-unsur mikro. Selain pupuk an organik tersebut, tanaman kopi sebaiknya juga dipupuk dengan pupuk organik seperti pupuk kandang atau kompos.

Pemberian pupuk buatan dilakukan 2 kali per tahun yaitu pada awal dan akhir musim hujan, dengan meletakkan pupuk tersebut di dalam tanah (sekitar 10 - 20 cm dari permukaan tanah) dan disebarkan di sekeliling tanaman. Adapun pemberian pupuk kandang hanya dilakukan Tahun 0 (penanaman pertama)

Asparagus merupakan salah satu jenis sayuran yang dikonsumsi bagian batang muda atau tunasnya. Asparagus yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat dunia terdiri dari dua jenis, yaitu Asparagus putih dan Asparagus hijau. Asparagus putih dibudidayakan di dataran tinggi dan tidak banyak dijumpai di Indonesia.
Sayuran ini termasuk jenis sayuran mahal yang biasanya hanya tersedia di restoran dan hotel. Oleh karena itu, sayuran ini kurang begitu dikenal di kalangan masyarakat menengah ke bawah. Namun demikian, prospek pengembangan Asparagus ini cukup baik karena sayuran ini banyak diminati oleh masyarakat luar negeri sehingga ekspor komoditas asparagus dapat meningkatkan devisa negara serta memberikan keuntungan bagi petani.
Langkah budidaya tersebuat antara lain : persiapan bibit, pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan, dan panen.
Persiapan Bibit
Pembibitan Asparagus dapat dilakukan secara vegetatif dengan kultur jaringan, anakan yang berasal dari tunas maupun setek, serta secara generatif dari biji. Dari ke tiga asal bibit tersebut, bibit yang berasal dari biji lebih baik. Awalnya, bibit didatangkan dari Taiwan, tetapi mulai tahun 2007 ini petani mulai mengembangkan usaha pembibitan asparagus secara mandiri. Harga bibit Asparagus hijau mencapai 2,5 juta rupiah untuk setiap 2 pound atau 800 gram-nya. Dalam luasan 1 ha lahan memerlukan 600 gr bibit asparagus.
Asparagus merupakan tanaman yang ditanam secara tidak langsung (Indirect seedling) melalui persemaian. Dalam pembibitan dengan biji terdapat 6 tahap, yaitu :
1. Persemaian
Dalam persemaian, perlu diperhatikan pemilihan lahan persemaian yaitu lahan yang berdrainase baik, bukan bekas lahan tanaman asparagus, tanahnya gembur, subur dan berpasir. Bedengan tempat persemaian dilakukan pengolahan tanah, diberi pupuk dasar dan Furadan 3G untuk menghindari hama. Bedengan dibuat dengan lebar 120 cm, tinggi 20 – 25 cm, lebar parit 40 cm dengan kedalaman 40 cm.
2. Perendaman benih
Benih yang akan disemaikan sebelumnya direndam dalam air dingin pada suhu 27ºC selama 24-48 jam. Selama perendaman, air diganti 2 – 3 kali. Biji ynag mengambang pada saat perendaman dibuang.
3. Semai benih
Benih disemai pada tanah dengan jarak tanam 15×10 cm, dengan kedalaman 2,5 cm, setiap 1 lubang ditanam 1 biji. Di atas permukaan tanah ditutup jerami atau sekam kemudian disiram secukupnya.
4. Perawatan persemaian
Meliputi pencegahan hama dan penyakit dilakukan seawal mungkin.
5. Pemupukan
Sewaktu masih dipersemaian setiap 20 – 30 hari dilakukan pemupukan susulan urea.
6. Seleksi dan Pencabutan benih
Transplanting atau pemindahan bibit dilakukan setelah 5 – 6 bulan. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam transplanting diantaranya bibit yang akan dipindahkan adalah bibit yang sehat; bibit yang dicabut harus segera ditanam; dan sebelum penanaman akar dipotong, disisakan 20 cm, dan pucuk tanaman dipangkas hingga tinggi tanaman hanya ± 20 cm.
Pengolahan Tanah
Sebelum penanaman, lahan yang akan ditanami asparagus dibajak dalam dan merata. Dibuat parit dengan kedalaman 15 – 20 cm. Untuk tempat tanam, jarak antar tanaman 40 – 50 cm dan jarak antar baris 1,25 – 1,5 m. Pada awal tanam tidak digunakan pupuk kimia, tetapi menggunakan pupuk kandang.
Penanaman
Bibit yang ditanam adalah bibit yang sudah berumur 5 – 6 bulan. Penanaman dilakukan pada pagi hari sekitar jam 9 atau pada sore hari sekitar jam 4.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman Asparagus meliputi :
1. Pembumbunan
Apabila tunas sudah mulai tumbuh, dapat dilakukan pembumbunan. Pada musim hujan, parit diperdalam. Hal ini karena Asparagus tidak menyukai genangan.
2. Pemangkasan
Pemangkasan dilakukan setelah induk tanaman membentuk 8 – 10 batang, selebihnya dipangkas. Setelah mendekati masa panen batang yang dipelihara cukup 3 – 5 batang. Pemangkasan juga dilakukan pada cabang dan batang yang terserang hama atau penyakit.
3. Pengairan dan drainase
Dilakukan dengan cara menggenangi parit (di-Lêb) setinggi setengah dari tinggi parit, ditunggu hingga air meresap sampai atas, kemudian sisa air dibuang.irigasi pada musim kemarau dilakukan tiap 1 minggu sekali.
4. Pemupukan susulan
Selain pupuk susulan biasa, setiap tahun juga dilakukan pemupukan berkala, yaitu pemupukan berat seperti saat pertama kali tanam. Pada saat tersebut tidak dilakukan panen selama 3 – 4 minggu (fase istirahat) dan dilakukan seleksi induk. Pupuk susulan dilakukan dengan cara membuat parit sepanjang barisan berjarak 20 cm dari tanaman, dalamnya parit 15 cm kemudian pupuk dicampur dan ditutup dengan tanah. Pupuk susulan kimia diberikan setiap bulan, sedangkan pupuk kandang diberikan setiap 3 bulan sekali. Pupuk susulan ke empat kembali lagi seperti pupuk I, dan seterusnya.
Pemupukan untuk 1000 m2 :
Jenis pupuk
Pupuk Dasar (kg)
Susulan I (kg)
Susulan II (kg)
Susulan III (kg)
Kandang
2000 – 3000
-
-
2000 – 3000
Urea
-
30
30
30
TSP
-
30
-
30
KCL
-
20
20
20
Sumber : Misi Teknik Prtanian Taiwan
5. Pengelolaan hama dan penyakit
Tanaman induk yang mati karena terkena hama atau penyakit dipotong dan diganti dengan cara membesarkan batang yang tumbuh normal. Hama yang sering dijumpai adalah ulat grayak dan ulat tanah yang menyerang selama periode transisi musim kemarau ke musim hujan, sedangkan penyakit yang menyerang dari golongan jamur. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanik selama serangan belum terlalu berat. Aplikasi pestisida dilakukan jika serangan sudah cukup berat. Pestisida yang digunakan adalah pestisida organik (Daun Tembakau).
Panen
1. Kriteria panen
Asparagus dapat dipanen rebungnya pada umur 4-5 bulan setelahtransplanting. Asparagus hijau yang dipanen adalah setelah muncul diatas tanah dengan kondisi pucuk yang masih kuncup.
2. Cara panen, interval, frekuensi
Panen dilakukan dengan dua cara, yaitu mencabut dan memangkas atau memotong batang muda. Cara panen dengan memotong batang muda merupakan cara yang lebih baik, karena cara tersebut tidak merusak sistem perakaran tanaman yang dijadikan indukan. Jika panen pertama dilakukan pada umur 4 bulan setelah transplanting, maka penen kedua pada umur 5 bulan dengan interval panen 2 hari sekali, bulan keenam dan seterusnya dapat dipanen setiap hari.