Pohon aren atau enau tumbuh di lereng-lereng pegunungan. Sedangkan pohon rumbia tumbuh di dataran rendah yang banyak airnya. Pohon yang memiliki batang mirip pohon kelapa ini batangnya mengandung empulur yang bisa menghasilkan tepung yang bisa mengenyangkan perut seperti nasi.
Pohon Aren
Aren yang memiliki nama ilmiah Arenga pinnata ini termasuk tanaman serbaguna. Daun dan ijuknya bisa digunakan sebagai atap rumah. Buahnya menghasilkan kolang-kaling. Tandan buahnya bisa disadap niranya untuk diolah menjadi gula merah. Kulit batangnya yang keras biasa digunakan untuk bangunan rumah. Sedangkan empulur di dalam batang aren bisa menghasilkan tepung. Tepung aren bisa diolah menjadi bubur, mi, kerupuk, kue-kue, dan bakso.
Tepung aren menghasilkan adonan yang kenyal. Petani sering mengolah tepung aren menjadi penganan atau mi yang bisa mengenyangkan perut.
Untuk membuat tepung aren, batang pohon aren ditebang dan dipotong-potong. Potongan batang aren dibelah dan diambil empulurnya. Empulur aren mengandung sel-sel parenchym yang menyimpann tepung. Untuk mengeluarkan tepung, empulur harus dihancurkan dengan cara diparut.
Hasil parutan empulur aren lalu disiram dengan air sambil dipisahkan dari serat-seratnya. Air tersebut akan melarutkan tepung dan mengendapkannya di dalam bak penampungan. Setelah tepung mengendap, airnya dibuang, dan tepungnya dijemur hingga kering.
Pohon Rumbia
Orang sering menyebutnya pohon sagu. Padahal aslinya bernama pohon rumbia atau Metroxylon sagu. Seperti pohon aren, manfaat pohon rumbiajuga cukup banyak. Daunnya lazim digunakan untuk atap rumah dan batangnya untuk kayu bakar. Di daerah Maluku dan Papua, pohon rumbiamenjadi tanaman andalan karena menghasilkan tepung sagu.
Untuk membuat tepung sagu, empulur yang terdapat di dalam batang sagudiparut dan disiram dengan air agar zat tepungnya larut dan mengendap di dalam wadah penampungan. Tepung sagu bisa langsung diolah menjadi bubur, tetapi bisa juga diawetkan dengan cara dikeringkan.
Tepung sagu bisa diolah menjadi kue-kue, bubur, mi, kerupuk, dan bakso. Pada zaman dahulu di daerah Maluku, orang belum merasa kenyang kalau belum makan bubur sagu atau papeda.
http://bobo.grid.id/
Pohon aren atau enau tumbuh di lereng-lereng pegunungan. Sedangkan pohon rumbia tumbuh di dataran rendah yang banyak airnya. Pohon yang memiliki batang mirip pohon kelapa ini batangnya mengandung empulur yang bisa menghasilkan tepung yang bisa mengenyangkan perut seperti nasi.
Teras batang sagu yang ditokok (dicacah) itu nantinya akan berupa ampas yang bisa dibuat menjadi tepung sagu.
Sementara Mama Angelina Kladit sudah siap-siap membawa karung untuk membawa ampas hasil panen. Setelah terkumpul satu karung, ia membawanya ke tempat meramas sagu, tidak jauh dari tempat menokok.
Di sana sudah ada alat untuk meramas ampas batang sagu, alat yang sederhana dari batang kayu.
Ampas yang sudah dikumpulkan disiram pakai air lalu diremas, berkali-kali, sambil disaring. Hasil ramasan dibiarkan mengendap.
Pati hasil ramasan kemudian diambil untuk dijadikan tepung sagu dan diolah menjadi beragam makanan.
Sagu basah dibawa dari hutan untuk diproduksi menjadi berbagai produk makanan.
Kini, tepung sagu tidak lagi hanya diolah menjadi papeda (bubur sagu, makanan pokok mereka) atau dijadikan sagu kering untuk dijual.
Biasanya, sagu kering dijual hanya sekitar Rp200 ribu untuk satu tuman atau karung yang isinya 15 kilogram hingga 20 kilogram.
Warga Kampung Sira sudah mulai mengolah sagu menjadi berbagai jenis olahan lain, seperti mi, kue, keripik, dan cendol.
Sagu memang berlimpah di hutan mereka, tetapi selama ini belum bisa meningkatkan perekonomian warga secara signifikan.
"Harapannya dari sagu yang kami olah, penghasilan menjadi bertambah," kata Ketua Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Alfred Kladit saat menemani kami ke hutan.
Alfred baru Desember tahun lalu mendapat pelatihan mengolah sagu menjadi beberapa alternatif makanan. Ia dan beberapa warga dikirim oleh organisasi lingkungan Greenpeace ke Sungai Tohor, Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau, yang dikenal dengan produk sagunya hingga ke Malaysia dan Singapura.
Belajar mengolah sagu
Hutan di Kampung Sira merupakan bagian dari Hutan Desa Manggroholo-Sira, Sorong Selatan. Warga Kampung Sira berhak atas 1.850 hektar.
Setelah mendapatkan hak Hutan Desa sejak setahun lalu, yang merupakan Hutan Desa pertama di Papua, mereka berupaya meningkatkan perekonomian dari hasil-hasil hutan, termasuk dari sagu.
Mereka berharap bisa mengikuti jejak masyarakat Sungai Tohor, Riau, yang sudah berhasil meningkatkan nilai ekonomi sagu dengan mengolahnya menjadi beragam makanan, bahkan pasarnya sudah meluas ke Malaysia dan Singapura.
"Kami berharap ketika kami bisa mencari pasar untuk masyarakat di kampung Manggroholo dan Sira, program sagu ini bisa secara kontinyu diproduksi oleh masyarakat," kata Juru kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Charles Tawaru, yang selama ini mendampingi warga Manggroholo-Sira.
Olahan sagu yang akan diproses menjadi mi.
Salah satu produk dari sagu yang sedang dicoba adalah mi sagu.
Tepung sagu yang dibawa dari hutan, diolah sampai kemudian menjadi mi. Prosesnya sebenarnya tidak begitu rumit. Tetapi alat yang dimiliki warga di Kampung Sira masih untuk skala kecil.
Produk-produk dari sagu yang dibuat masyarakat Kampung Manggroholo dan Sira baru saja dicoba dipasarkan di koperasi kampung "Koperasi Kenamandiri", di Kota Teminambuan, Kota Sorong, dan beberapa sampel di bawa ke Jakarta.
Copas :
- http://bobo.grid.id/
- (ANTARA News/Monalisa)
Post A Comment:
0 comments: